Jumat, 15 April 2016

Metode Pembelajaran

Penerapan Pendekatan Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika

PEMBAHASAN

1.        Pengertian Pendekatan Problem Posing
Problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, yang artinyamerumuskan masalah (soal) atau membuat soal. Problem posing merupakan salah satupendekatan pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik, mengembangkankemampuan berpikir kritis dan kreatif yang diharapkan dapat membangun sikap positifdan meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi masadepan yang lebih banyak tantangan (Chotimah, 2009:115). Menurut Bell dan Polya (dalam Hobri, 2009:89), problem posing merupakan salah satu kegiatan dalam memecahkan masalah. Merumuskan kembali masalah merupakan salah satu cara untuk memperoleh kemajuan dalam pemahaman konsep atau pemecahan masalah.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulakan bahwa pendekatan problem posing merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang mengutamakan keaktifan, kemampuan berpikir kreatif dan kritis melalui suatu kegiatan pemecahan masalah dengan cara merumuskan kembali sebuah masalah. Pendekataninibertujuan untuk melatih siswa untuk menyusun soal sendiri dan menjawab sendiri soal yang telah dibuat dengan petunjuk yang diberikan oleh guru.
Menurut  Amin; Sari, (2007); Sendi, (2012)  sependapat bahwa problem  posing mulai  dikembangkan  pada tahun  1997 oleh  Lynn  D.  English  dan  awal  mulanya  diterapkan  dalam  mata pelajaran  matematika.  Kemudian  pendekatan  ini  dikembangkan  pada  mata pelajaran yang lain. Pembelajaran problem posing mulai masuk ke Indonesia pada tahun 2000. Problem Posing merupakan istilah yang pertama kali dikembangkan oleh ahli pendidikan asal Brazil, Paulo Freire.

2.        Ciri - Ciri Pendekatan Problem Posing
Setiap pendekatan pembelajaran pasti memiliki ciri – ciri yang membedakan antara suatu pendekatan pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran yang lain. Thobroni dan Mustofa tahun (2012:350) menyatakan bahwa ciri - ciri yang dimiliki oleh pendekatan problem posing, antara lain:
a.         Guru belajar dari siswa dan siswa belajar dari guru
b.         Guru menjadi rekan siswa yang melibatkan diri dalam proses pembelajaran dan menstimulasi daya pemikiran kritis siswa-siswanya serta guru dan siswa saling memanusiakan
c.         Guru dan siswa dapat mengembangkan kemampuannya untuk mengerti secara kritis mengenai dirinya dan dunia tempat guru dan siswa berada
d.        Pembelajaran problem posing senantiasa membuka rahasia realita yang menantang manusia kemudian menuntut suatu tanggapan terhadap tantangan tersebut.

3.        Prinsip – Prinsip Pendekatan Problem Posing
Menurut Suyitno (2004) dalam rangka mengembangkan model pembelajaran problem posing (pengajuan soal), dapat menerapkan prinsip-prinsip dasar berikut:
a.         Pengajuan soal harus berhubungan dengan apa yang dimunculkan dari aktivitas siswa di dalam kelas;
b.         Pengajuan soal harus berhubungan dengan proses pemecahan masalah siswa;
c.         Pengajuan soal dapat dihasilkan dari permasalahan yang ada dalam buku teks, dengan memodifikasikan dan membentuk ulang karakteristik bahasa dan tugas.

4.        Tahap – Tahap Pendekatan Problem Posing
Menurut As’ari (dalam Hobri, 2008:101-102) ada sembilan langkah bersesuaian yang dapat dilakukan guru dan siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan  problem posing. Kesembilan langkah tersebut adalah sebagai berikut:
a.         Guru menyiapkan bahan atau alat pembelajaran, sementara siswa menyiapkan bahan atau alat belajar;
b.         Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan siswa memahami tujuan pembelajaran tersebut;
c.         Guru menjelaskan materi pelajaran, sedangkan siswa memperhatikan dan mencoba memahami penjelasan guru;
d.        Guru memberikan contoh cara membuat atau mengajukan soal, dan siswa diminta untuk memperhatikannya;
e.         Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya;
f.          Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat soal sebanyak mungkin dari situasi yang diberikan, sedangkan siswa melakukan kegiatan merumuskan soal berdasarkan situasi yang diberikan;
g.         Guru mempersilahkan siswa menyelesaikan soal yang dibuatnya sendiri;
h.         Guru memberikan kesempatan lagi agar siswa mengajukan soal sesuai dengan informasi yang diberikan, tetapi situasi yang diberikan harus berbeda dengan situasi sebelumnya, kemudian siswa membuat soal sesuai dengan situasi yang diberikan dan mendiskusikan dengan teman-temannya;
i.           Guru mempersilahkan siswa untuk menyelesaikan soal yang dibuat temannya. 

1.        Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Problem Posing
Dalam setiap pembelajaran pasti ada sisi kelebihan ataupun keunggulan dan kekurangan atau kelemahan. Begitu juga dalam pembelajaran melalui pendekatan problem posing mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan.
a.         Keunggulan yang dapat ditimbulkan dengan adanya pendekatan problem posing dalam pembelajaran matematika, antara lain:
1)        Meningkatkan kemampuan berpikir teoritis dan kreatif dari siswa, bermanfaat pada perkembangan pengetahuan dan pemahaman anak terhadap konsep-konsep penting matematika
2)        Meningkatkan perhatian, komunikasi matematika siswa, dan mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya
3)        Meningkatkan pemahaman konsep matematika.
b.         Kekurangan pendekatan problem posing matematika yang ditemukan yaitu:
1)        Membutuhkan ketelitian dan kesungguhan dari guru dalam menerapkannya dengan pendekatan lain serta materi yang cocok diajarkan dengan pendekatan tersebut.
2)        Siswa yang berkemampuan rendah tidak dapat menyelesaikan semua soal yang dibuatnya. Demikian juga dalam menyelesaikan soal-soal yang dibuat oleh teman yang memiliki kemampuan problem posing lebih tinggi.

2.        Aplikasi Pendekatan Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika
Berdasarkan tahap-tahap pelaksanaan pendekatan problem posing di atas, pendekatan problem posing dapat diterapkan kedalam beberapa materi mata pelajaran matematika. Pada makalah ini akan mengggunakan pendekatan problem posing dalam materi persamaan linear dua variabel.
Alasan dipilihnya materi persamaan linear dua variabel adalah kurangnya kemampuan siswa dalam memahami soal yang terdapat pada buku pendamping serta kurangnya siswa dalam menentukan cara yang sesuai untuk memecahkan soal. Target yang ingin didapat dengan menggunakan pendekatan problem posing ini adalah bertambahnya perbendaharaan variasi soal persamaan linear dua variabel karena setiap siswa akan dituntut untuk membuat soal sebanyak mungkin dan berusaha untuk menentukan cara yang paling sesuai untuk menyelesaikan soal yang telah dibuat.
Uraian proses pembelajaran matematika materi persamaan linear dua variabel dengan menggunakan tahap-tahap pendekatan problem posing adalah sebagai berikut:
a.       Guru menyiapkan bahan atau alat pembelajaran, sementara siswa menyiapkan bahan atau alat belajar;
Dalam tahap ini, guru akan menyiapkan materi maupun media pembelajaran. Dalam hal ini adalah materi persamaan linear dua variabel. Sedangkan siswa menyiapkan perlengkapan yang diperlukan dalam pembelajaran, misalnya: buku pendamping, lembar kerja siswa, serta alat tulis.
b.         Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan siswa memahami tujuan pembelajaran tersebut;
Setelah tahap persiapan, guru menjelaskan tujuan untuk mempelajari persamaan linear dua variabel yaitu untuk memecahkan permasalahan kehidupan sehari-hari, misalnya: mengetahui harga suatu benda, mengetahui jumlah suatu benda, dll. Dengan demikian, diharapkan siswa tidak akan menganggap bahawa materi yang diajarkan sama sekali tidak berfungsi bagi kehidupannya sehari-hari.
c.    Guru menjelaskan materi pelajaran, sedangkan siswa memperhatikan dan mencoba memahami penjelasan guru
           Dalam menjelaskan, guru harus menjelaskan kepada siswa dengan cara sesederhana mungkin dengan tidak mengurangi bobot materi yang diajarkan sehingga siswa yang memperhatikan juga tidak kesulitan dalam memahami penjelasan yang sedang disampaikan. Meskipun harus menyampaikan dengan cara yang sederhana, setidaknya guru harus menjelaskan mengenai pemodelan sistem persamaan linear dua variabel cara-cara penyelesaian persamaan linear dua variabel.
\


Daftar Pustaka

Chotimah, H. 2009. Strategi Pembelajaran untuk Penelitian Tindakan Kelas. Malang:
Surya Pena Gemilang.

Erikwcwc. 2014. Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV), (online). Tersedia: https://erikwcwcstkippgrisidoarjo.wordpress.com/2014/06/26/sistem-persamaan-linier-dua-variabel-spldv/ (diakses pada tanggal 4 April 2016 pukul 20.34 WIB)
Hobri. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Jember: Center of Society Studies.
Madematika. 2015. Mengenal Istilah Kesamaan Persamaan, (online). Tersedia: http://www.madematika.com/2015/09/mengenal-istilah-kesamaan-persamaan.html (diakses pada tanggal 4 April 2016 pukul 20.11 WIB)
Rahaju, E. B dkk. 2008. Contextual Teaching and Learning Matematika: Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII Edisi 4. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional

Rahman, Abdul. 2007. “Implementasi Pendekatan Problem Posing dalam Pembelajaran
Matematika (Upaya Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematika Siswa)”.Jurnal Buana Pendidikan: Teori dan Penelitian Pendidikan, (online), Vol. 4 No. 06. Tersedia: http://digilib.unm.ac.id/download.php?id=322 (diakses pada tanggal 26 Maret 2016 pukul 07.12 WIB).

Ramdhani, Sendi . 2012. Pembelajaran Matematika dengan Problem Posing untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa, (online).
Tersedia: http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/DP/article/viewFile/391/374 (diakses pada tanggal 15 Maret 2016 pukul 15.19 WIB)

Rumus Matematika Dasar. 2015. Cara Menyelesaikan Soal SPLDV dengan Metode Grafik, (online).

Suyitno. 2004. Model Pembelajaran Problem Posing, (online).
Tersedia:http://www.sekolahdasar.net/2011/08/model-pembelajaran-problem possing.html (diakses pada tanggal 26 Maret 2016 pukul 06.06 WIB)

Thobroni, M. dan Mustofa A. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.

Metode Pembelajaran

PEMBELAJARAN INOVATIF II
 “ Pembelajaran SAINTIFIK

A.    SEJARAH METODE SCIENTIFIC
     Metode scientific pertama kali diperkenalkan ke ilmu pendidikan Amerika pada akhir abad ke-19, sebagai penekanan pada metode laboratorium formalistik yang mengarah pada fakta-fakta ilmiah (Hudson, 1996; Rudolph, 2005). Metode scientific ini memiliki karakteristik “doing science”.  Metode ini memudahkan guru atau pengembang kurikulum untuk memperbaiki proses pembelajaran, yaitu dengan memecah proses ke dalam langkah-langkah atau tahapan-tahapan secara terperinci yang memuat instruksi untuk siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran (Maria Varelas and Michael Ford, 2008: 31). Hal inilah yang menjadi dasar dari pengembangan kurikulum 2013 di Indonesia.

B.     PENGERTIAN PENDEKATAN SAINTIFIK
      Pendekatan Saintifik adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari pemikiran tentang bagaimana metode pembelajaran diterapkan berdasarkan teori tertentu. Kemendikbud (2013) memberikan konsepsi tersendiri  bahwa pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran didalamnya mencakup komponen: mengamati, menanya, menalar, mencoba/mencipta, menyajikan/mengkomunikasikan. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengkoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.




C.    DEFINISI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK
      Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami  berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber  melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.
     Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa.

D.    KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK
Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut:
1)      Berpusat pada siswa.
2)      Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip.
3)      Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.
4)      Dapat mengembangkan karakter siswa.

E.     TUJUAN PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK
     Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut. Beberapa tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah:
1)      Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
2)      Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik.
3)      Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan.
4)      Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
5)      Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah.
6)      Untuk mengembangkan karakter siswa.

F.     PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK
Beberapa prinsip  pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut: 
1)      Pembelajaran berpusat pada siswa.
2)      Pembelajaran membentuk students’ self concept.
3)      Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip.
4)      Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa.
5)      Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru.
6)      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi.


G.    KELEBIHAN PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK
Kelebihan Pendekatan Saintifik adalah :
1.      Membuat guru memiliki keterampilan membuat RPP, dan menerapkan pendekatan saintifik secara benar.
2.      Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
3.      Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.

H.    KEKURANGAN PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK
Kekurangan Pendekatan Saintifik adalah :
1.      Konsep pendekatan saintifik masih belum dipahami, apalagi tentang metode pembelajaran yang kurang aplikatif disampaikan.
2.      Membutuhkan waktu pembelajaran yang lebih lama untuk mewujudkan semua tahapan-tahapan yang ada pada pendekatan saintifik.

I.       LANGKAH-LANGKAH UMUM  PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik). Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melaui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta.


Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan saintifik  dalam pembelajaran disajikan  sebagai berikut:
1.      Mengamati (observing)
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor  81a, hendaklah  guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.
2.      Menanya (Questioning)
Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan, pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik.
Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah  mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang diharapkan dalam menanya adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.
Mengumpulkan Informasi Kegiatan “mengumpulkan informasi”  merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan  dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Dalam Permendikbud Nomor  81a Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan  melalui eksperimen,  membaca sumber lain selain buku teks,  mengamati objek/ kejadian/, aktivitas wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Kompetensi yang diharapkan adalah  mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.
3.      Menalar (Associating)
Kegiatan “mengasosiasi/mengolah informasi/menalar” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor  81a Tahun 2013, adalah memproses  informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan  informasi tersebut. Kompetensi yang diharapkan adalah  mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.  Aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori.
Menarik kesimpulan  Kegiatan menyimpulkan  dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan kelanjutan dari kegiatan  mengolah data atau informasi. Setelah menemukan keterkaitan antar informasi dan menemukan berbagai pola dari keterkaitan tersebut, selanjutnya secara bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau  secara individual membuat kesimpulan.
4.      Mencoba (Experimenting)
Mencoba (experimenting) dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah:
(1)   Menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum;
(2)   Mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan;
(3)   Mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil- hasil eksperimen sebelumnya;
(4)   Melakukan dan mengamati percobaan;
(5)   Mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;
(6)   Menarik simpulan atas hasil percobaan; dan
(7)   Membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka:
(1)   Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan murid,
(2)   Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan,
(3)   Perlu memperhitungkan tempat dan waktu,
(4)   Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid,
(5)   Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen,
(6)   Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan
(7)   Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal
Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau mencoba dilakukan melalui tiga tahap, yaitu, persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Ketiga tahapan eksperimen atau mencoba dimaksud dijelaskan berikut ini.
a.      Persiapan
Menentapkan tujuan eksperimen  Mempersiapkan alat atau bahan  Mempersiapkan tempat eksperimen sesuai dengan jumlah peserta didikserta alat atau bahan yang tersedia. Di sini guru perlu menimbang apakah peserta didik akan melaksanakan eksperimen atau mencoba secara serentak atau dibagi menjadi beberapa kelompok secara paralel atau bergiliran  Memertimbangkan masalah keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil atau menghindari risiko yang mungkin timbul Memberikan penjelasan mengenai apa yang harus diperhatikan dan tahapa- tahapan yang harus dilakukan peserta didik, termasuk hal-hal yang dilarang atau membahayakan.(Buku Pelatihan Implementasi Kurikulum: 208).


b.      Pelaksanaan
Selama proses eksperimen atau mencoba, guru ikut membimbing dan mengamati proses percobaan. Di sini guru harus memberikan dorongan dan bantuan terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik agar kegiatan itu berhasil dengan baik. Selama proses eksperimen atau mencoba, guru hendaknya memperhatikan situasi secara keseluruhan, termasuk membantu mengatasi dan memecahkan masalah-masalah yang akan menghambat kegiatan pembelajaran.
c.       Tindak lanjut
Peserta didik mengumpulkan laporan hasil eksperimen kepada guru. Guru memeriksa hasil eksperimen peserta didik. Guru memberikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil eksperimen. Guru dan peserta didik mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama eksperimen. Guru dan peserta didik memeriksa dan menyimpan kembali segala bahan dan alat yang digunakan.
5.      Mengkomunikasikan (Networking)
Pada pendekatan scientific, guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor  81a Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.


J.      PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN
Kegiatan pembelajaran meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
Kegiatan pendahuluan, bertujuan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Sebagai contoh ketika memulai pembelajaran, guru menyapa anak dengan nada bersemangat dan gembira (mengucapkan salam), mengecek kehadiran para siswa dan menanyakan ketidakhadiran siswa apabila ada yang tidak hadir. Dalam metode saintifik tujuan utama kegiatan pendahuluan adalah memantapkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang telah dikuasai yang berkaitan dengan materi pelajaran baru yang akan dipelajari oleh siswa. Dalam kegiatan ini guru harus mengupayakan agar siswa yang belum paham suatu konsep dapat memahami konsep tersebut, sedangkan siswa yang mengalami kesalahan konsep, kesalahan tersebut dapat dihilangkan.
Kegiatan inti, merupakan kegiatan utama dalam proses pembelajaran atau dalam proses penguasaan pengalaman belajar (learning experience) siswa. Kegiatan inti dalam pembelajaran adalah suatu proses pembentukan pengalaman dan kemampuan siswa secara terprogram yang dilaksanakan dalam durasi waktu tertentu. Kegiatan inti dalam metode saintifik ditujukan untuk terkonstruksinya konsep, hukum atau prinsip oleh siswa dengan bantuan dari guru melalaui langkah-langkah kegiatan yang diberikan di muka.
Kegiatan penutup, ditujukan untuk dua hal pokok. Pertama, validasi terhadap konsep, hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh siswa. Kedua, pengayaan materi pelajaran yang dikuasai siswa.

K.    PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS VII SMP MATERI PECAHAN
Scientific Mathematic merupakan proyek Eropa yang melibatkkan kerjasama interdisiplinary antara matematika dan ilmu pengetahuan. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan pembelajaran ke arah belajar yang komprehensif dan multidimensional mengenai isi dan konsep matematika. Ide dasarnya adalah untuk mendorong pembelajaran matematika dalam konteks ilmiah dan kegiatan siswa (Beckmann, 2009: 9). Kemudian disebutkan bahwa pendekatan ini mengaitkan antara matematika dengan ilmu pengetahuan, sehingga siswa akan mempelajari matematika dengan cara yang menarik. Belajar dengan berkegiatan akan berkontribusi terhadap pemahaman intuitif matematika siswa. Dengan kata lain, belajar matematika yang baik adalah mengalami atau berkegiatan.
Pada pembelajaran matematika, langkah – langkah pendekatan scientific ini terdiri dari pengumpulan data dari percobaan, pengembangan dan peyelidikan suatu model matematika dalam bentuk representasi yang berbeda, dan refleksi (Beckmann et al, 2009: 9). Pendekatan scientific pada kurikulum 2013 yang diterapkan di Indonesia menjabarkan langkah-langkah pembelajaran tersebut menjadi lima, yaitu: mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013).

L. CONTOH PENGGUNAAN 5M DARI PEMBELAJARAN SAINTIFIK KEDALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
       Kita ambil salah satu materi yang ada dalam pembelajaran matematika yakni materi mengenai jaring-jaring kubus. Sebelumnya dalam proses belajar mengajar tersebut, kita bisa membagi peserta didik menjadi 5 kelompok dan kita berinama kelompok A B C D dan E. Setelah itu kita bagikan masing-masing kelompok 2 buah kubus yang sama. Dan kita meminta mereka untuk menggunting ruas-ruas garis pada sisi kubus tersebut tapi, jangan sampai ruas-ruas garis itu putus.
     Berikut ini contoh penggunaan 5M pada proses belajar mengajar tersebut
1. Mengamati
    Dalam proses ini mereka akan mengamati kira-kira jika mereka menggunting ruas-ruas garis pada sisi kubus yang berdekatan maka akan terbentuk suatu bangun datar.



2. Menanya                                                                
     Masing-masing anggota akan memberi pendapat ruas-ruas garis pada sisi yang mana yang akan terlebih dahulu digunting. Sementara guru hanya memberi pengarahan saja.
3. Mencoba
     Setelah itu mereka akan mulai mencoba menggunting ruas-ruas garis dari sisi yang telah mereka sepakati, misalnya dari sisi bagian alas.
4. Mengolah
    Setelah semua sisi di gunting membentuk jaring, kemudian mereka mencoba merangkai atau menyatukan kembali ruas-ruas garis berdasarkan lipatan yang masih terlihat tersebut, apakah akan membentuk suatu kubus kembali ? Jika ia, maka jaring-jaring yang mereka hasilkan merupakan salah satu jaring-jaring kubus.
5. Mempresentasikan
    Setelah kegiatan diatas selesai, maka mereka akan mempresentasikan hasil atau bentuk jaring-jaring kubus yang mereka hasilkan. Dan tiap-tiap kelompok akan mempresentasikan hasilnya juga. Sehingga akan di dapat jaring-jaring kubus yang berbeda.
    Itulah salah satu contoh penerapan saintifik dalam pembelajaran matematika.

DAFTAR PUSTAKA

Beckmann, A et al. 2009. The ScienceMath Project. Germany: The ScienceMath-Group.
Bell, F.H. 1978. Teaching and Learning Mathematics. Iowa:WBC
Hodson, D. (1996). Laboratory work as scientific method: Three decades of confusion and distortion. Journal of Curriculum Studies, 28(2), 115-135.
Kemdikbud. 2013. Kompetensi Dasar Matematika SMP/MTs. Jakarta :Kemdikbud
Kemdikbud. 2013. Pendekatan Scientific (Ilmiah) dalam Pembelajaran . Jakarta: Pusbangprodik.
PPPPTK-SB Yogyakarta, (2013), Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Untuk Pengawas Sekolah, Penerbit Kementerian Pendidikan dan Kerbudayaan RI, Jakarta 2013

PPPPTK SB Yogyakarta. 2013. “Pendekatan & Startegi pembelajaran” Bahan Ajar Diklat Calon Fasilitator TOT IN 2 Implementasi Kurikulum 2013 bagi Kepala Sekolah dan Pengawas Lampiran IV ,Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81a Tahun 2013, Tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum